Rabu, 13 Mei 2015

TITIK TEMU DI PERNIKAHAN UMIRAH RAMATA.

Pembacaan Puisi Ayah Karya Umirah Ramata
dari buku Titik Temu Komunitas Kampoeng Jerami
di acara pernikahannya oleh Fendi Kachonk
dan Jay Wijayanti

(BERTEMU DI 10 MEI 2015)

Dimulai dari titik jam 9.30 WIB. Saya sedikit terburu-buru berangkat ke tempat biasa saya menunggu Bis untuk ke Surabaya. Dengan telat sekitar setengah jam dan tepat pada Jam 10.00 WIB. Bis bergerak membawa saya menyusuri desa, kota dan Kabupaten lainnya di Madura ini. Dalam perjalanan itu apalagi yang bisa diulang dari segenap tujuan kecuali kenangan kebersamaan kami yaitu dulu Nova Linda, Lia Amalia Sulaksmi dan Umirah dan menyusul selanjutnya Cici Mulya Sari dan Yuli Nugrahani dalam berbagai kejadian mengurus dan mengasuh sebuah kampung yang kecil yang dari dulu hanya menjadi bahan ejekan.

Umirah Ramata saya kenal sekitar 3 Tahun yang lalu. Pernah kami satu buku bersama 10 penulis lainnya kami menulis dan mengawali buku pertama kami dengan judul “Sandal Kumal.” Di Buku Sandal Kumal itulah. Saya dan Umirah Ramata mulai dekat sebagai saudara. Lalu, perjalanan kami menjadi sebuah ikatan yang kuat baik secara emosi dan segenap jiwa sehingga ada berapa kali tuduhan miring kalau kami tak hanya diikat oleh sekadar kata “saudara” dan memang saya akan tegaskan bukan karena hanya hubungan darah bisa jadi kami lebih kuat dari hanya kata itu.

Lamunanku tetap berkembang kemana-mana dan kembali saya ingat isi BBM yang Umirah Ramata saat dia membalas perminta maafanku karena tak bisa datang ke acara pernikahannya. “ Umi, maaf aku tak bisa datang ke acaramu ya?” Dan Umirah meresponnya dengan mengejutkanku. Maklum kepadaku dia selalu menjadi orang yang sangat merdeka melempar marah, senyum dan cerita sedihnya. “Ah, Mas gitu ya? Untuk acara sastra kemana-mana selalu dibela-belain datang, sedang untuk acara adiknya sendiri tak datang padahal inikan sekali dalam seumur hidupnya Umi.”

Setelah menerima balasan dari Umi. Saya lantas meminta ijin kepada istri saya. Karena memang pada saat itu Iman dan Surga belum begitu baik untuk saya tinggalkan. Akhirnya saya dan istriku memutuskan segera memeriksa Surga dan Iman memastikan mereka berdua siap ditinggalkan saya dalam berapa hari. Dan, saya pun mengontak Yuli Nugrahani yang pada awalnya dia akan mewakili Komunitas Kampoeng Jerami ke acara pernikahan Umirah Ramata tetapi karena pada tanggal 10 Mei Yuli Nugrahani masih di Batam maka dia pun tak bisa datang. “Fen, kau satu-satunya yang harus datang ke acara Umirah Ramata untuk mewakili kita semua.” Kata Yuli Nugrahani padaku. Dan, aku memang tak bercerita apapun kalau aku juga sebenarnya sangat sibuk dengan mengurus anak-anakku yang sedang sakit. Bertekad dan yakin kalau semuanya akan baik-baik saja. Maka saya pun berangkat ke Cirebon.

Terlalu banyak kenangan di antara kami semua. Merasakan Umirah Ramata yang selama ini hanya bertemu di Dunia maya dan pertemuan pertama kami waktu kepulangannya ke Indonesia dan selebihnya tak bertemu kembali. Dia berkabar akan segera menikah. Jujur saya sempat kaget tapi lebih banyak bahagianya. Karena dari awal saya memang sangat percaya dan selalu mengamini atas semua yang Umirah Ramata inginkan. 

Kurang lebih jam 3 siang saya sampai di Pasar Turi. Masih tersisa se jam lagi untuk menuju cirebon lewat waktu dalam tiket kereta Harina yang telah berapa hari sebelumnya telah saya pesan. Di sela-sela menunggu saya kembali mengulang semuanya. Misal yang paling terdekat adalah ketika kami sibuk dengan Titik Temu. Dan, peran Umirah sama-sama vitalnya dengan tugas Yuli Nugrahani, Cici Mulya sari dan saya sendiri. Dia sebagai penghimpun naskah dan data base yang handal selama ini. Yang biasa membantu mengurus ISBN dan segala yang sebagai tugasnya.

“Umirah, nanti saya akan sampai jam 00.00 WIB di Stasiun Kejaksan.” Kataku pada Umirah waktu saya telpon dia memberitahukan soal kedatanganku. Awalnya saya tak ingin memberi tahukan soal kedatanganku. Namun, demi pertimbangan yang lebih masuk akal karena saya tak paham alamat rumahnya Umirah Ramata daripada nyasar maka aku beri tahukan dia. “Siap, mas! Nanti sms ya?" Sahut Umirah.

Akhirnya, setelah turun dari kereta, dan melanjutkan perjalanan dari alamat yang diberikan Umirah. Saya memilih naik becak dengan perhitungan lebih hemat dan menghirup udara Cirebon dini hari. Melihat bangunan-bangunan hotel yang sangat banyak. Dan berbincang sana-sini dengan abang becak adalah bagian yang romantis serasa dekat dan serasa tak ada bedanya dengan madura suhu dan udaranya baik malam dan siang hari. Saya pun sampai di lampu merah Arjawinangun dan menelpon Umirah yang ternyata telah menunggu dengan mas Didik suaminya. Kami sejenak berbincang dan sejenak menikmati nasi goreng di pojong jalan di pertigaan tersebut. Tawa kami kadang pecah sampai si tukang nasgor tersebut mau usai setelah hampir pagi menjemputnya kembali.

Pada tanggal 9 Mei 2015. Sore itu, setelah seharian saya ada di tengah keluarga di Cirebon berbincang dengan ibunya Umirah dan mengenal lebih dekat Umirah kecil dan saya akhirnya sedikit terharu ketika ibu (ibunya umirah yang otomatis ibuku juga) bercerita ketika Umirah yang pada waktu itu baru ada di Taiwan menelponnya. “Ibu, itu kenapa ada orang yang tahlilan, ada apa?” Sedang pada saat itu acara tahlilan itu adalah waktu bapaknya Umirah Ramata Meninggal dan ibu memang menyimpan kabar tersebut kepada Umirah. “Ini ada acara di tetangga.” Hanya itu yang bisa disampaikan oleh ibunya Umirah agar Umirah yang baru ada di Taiwan tidak terguncang.

Dan, hal yang paling membahagiakan adalah ketika hari itu. Tepatnya sore itu, kami semua menunggu kedatangan Kuan Ami yang juga manta Ketua Pengurus FLP Taiwan asal Wono Sobo juga bersedia datang bersama penulis perempuan yang juga Mantan Wakil Pengurus FLP Taiwan ketika berada di Taiwan Jay Wijayanti penulis asal Magetan bergerak menuju rumah Umirah. Kami tak pernah bertemu, dan pertemuan ini memang jadi titik dari sekian titik waktu perkenalan kami. Misalnya dengan Jay Wijayanti yang dulu pernah menjadi Relawan Komunitas Kampoeng Jerami serta Kuan Ami yang juga satu buku di buku sandal kumal. Jadilah malam itu kami melepas tawa dan berbagi cerita.

Sampai saat pagi, waktu pesta tanggal 10 Mei 2015 mereka berdua menjadi pagar ayu yang juga merangkap jadi fotografer juga begitu denganku. Maka pesta Umirah dipotret langsung dari 3 titik. Wonosobo, Magetan dan Madura. Sampai sore, sampai malam datang, bergantian kami berbagi tugas membantu pestanya Umirah sampai pada titik akhirnya.

Akhirnya, malam larut dan undangan mulai susut dan tinggal satu dua orang saja. Saya membuat acara dadakan dan memandu teman-teman yang lain untuk memberikan kesan dan pesan kepada kedua mempelai. Di dalam beberapa kesempatan itu. Umirah dan mas Didik begitu larut dengan acara sederhana kami tersebut. Pesan dan kesan lepas begitu saja. Dan saya seolah melihat Umirah dan Mas Didik akan beranjak menjadi Umirah dan Didik yang dewasa. Ibu Umirah sempat meneteskan air mata ketika saya dengan berani mengatakan bahwa Umirah adalah penulis dan jangan pernah dipatahkan. Tapi, tetap sebagai Umirah yang baik dan terus menulis dan pada kesempatan itu saya membacakan puisi Umirah di Buku Titik Temu Komunitas Kampoeng Jerami yang berjudul AYAH dan Elang. Saat itulah puncak keharuan seorang ibu ketika sadar anaknya kemarin masih manja kini telah dewasa. Pembacaan puisi juga dilanjutkan oleh Wijayanti dengan membaca karya dari buku titik temu Komunitas Kampoeng Jerami karya Bunda Umy teman kami semuanya.

Akhirnya, acara singkat dan sederhana ala kami berlalu dengan ketika satu persatu di antara kami menyalami Umirah Ramata dan Mas Didik serta mendoakan agar mereka selalu bersama dalam kebahagiaan selamanya. Amiin. 

Semoga sakinah mawaddah warahmah. 

Moncek, 13 Mei 2015

Tidak ada komentar: