Jumat, 10 Juni 2016

SEBUAH CATATAN

Tanggal, 04 Juni 2016 sampai hari ini 11 Juni 2016. Ini bagi saya adalah titik, titik dari semua awal, semacam itulah kiranya, aku menyiapkan diri untuk sebuah perjalanan yang lebih bergairah lagi, sebuah loncatan, atau sesuatu yang lebih. Insaf diriku berpangku pada satu kekosongan, isi yang berai, satu keyakinan, satu kepercayaan, dan satu perhormatan, ini sekarang  adalah waktuku yang paling terbaik, aku tak akan bilang beruntung, atau bahagia, tapi aku mulai akan melakukan sesuatu hal yang lebih lagi, dengan siapapun, terbuka dan membuka diri dan dengan cara yang sama saya pahami, orang lain pahami, tak ada lagi kesempatan untuk mengeluh, duniaku bukan kecil-kecil, aku memiliki kesempatan yang lebih luas, waktu yang lebih longgar, dan berapa teman yang bisa aku ajak jalan, bukan ini lebih dari cukup, aku memiliki tubuhku, kekuatan terbesar yang aku punyai adalah senyum, adalah gairah itu sendiri. Ayo waktunya terbang, bukan jadi kupu-kupu yang selalu ingin kelihatan indah, tapi jadilah sebuah dunia dan taman, siapapun bebas datang, tidur, merokok dan makan tapi tentu akan timbal balik. Rasa nyaman itu ada karena adanya kesanggupan antar pihak. Fendi duniamu tak kecil, lakukan perputaran cepat. Hari ini, saat ini.

Rabu, 08 Juni 2016

LIRIK LAGU MY IMMORTAL

I'm so tired of being here
Aku sangat letih berada di sini

Suppressed by all my childish fears
Tertekan oleh ketakutanku yang kekanak-kanakan

And if you have to leave
Dan jika kau harus pergi

I wish that you would just leave
Kuharap engkau pergi saja

'Cause your presence still lingers here
Karena kehadiranmu masih berbekas di sini

And it won't leave me alone
Dan bayangmu takkan meninggalkanku


BRIDGE
These wounds won't seem to heal
Luka ini takkan pernah sembuh

This pain is just too real
Rasa sakit ini memang nyata

There's just too much that time cannot erase
Terlalu banyak hal yang tak bisa dihapuskan oleh waktu


CHORUS
When you cried I'd wipe away all of your tears
Saat kau menangis, kan kuseka semua air matamu

When you'd scream I'd fight away all of your fears
Saat kau ingin teriak, kan kuusir semua ketakutanmu

I held your hand through all of these years
Kugenggam tanganmu sepanjang tahun ini

But you still have all of me
Namun kau masih memiliki diriku

You used to captivate me
Dulu kau memikat hatiku

By your resonating light
Dengan cahayamu yang menggetarkan

Now I'm bound by the life you left behind
Kini aku terikat pada hidup yang kau tinggalkan

Your face it haunts
Wajahmu menghantui

My once pleasant dreams
Mimpi-mimpiku yang dulu menyenangkan

Your voice it chased away
Suaramu menghalau

All the sanity in me
Kewarasan dalam diriku


BRIDGE
CHORUS

I've tried so hard to tell myself that you're gone
Tlah berusaha keras kukatakan pada diriku sendiri bahwa kau tlah tiada

But though you're still with me
Namun meski kau masih bersamaku

I've been alone all along
Selama ini aku tlah sendiri


CHORUS

Selasa, 07 Juni 2016

HARI KEDUA.



Tentunya, tulisan ini tak akan jadi sebuah tulisan yang menurut penulis-penulis itu sebagai tulisan yang bagus, dan atau jelek. Aku ingin menulis saja, tanpa aku harus berpikir apa-apa. Tapi, pertama-tama aku mencoba menulis soal Ramadan, ah aku tepi keninginan itu, aku terlalu buruk untuk menjadi mendadak alim. Tetapi aku juga bahagia, melihat Imanoel Adeodatus Fin tak menyerah di hari kedua ini, meski dia sempat aku lihat pucat, saat aku tanya dia apa akan berhenti, dia dengan kuat bilang, tidak akan pa!, Kami pun melewati sore dengan pergi ke rumah Mamak, perempuan yang melahirkan saya, dan otomatis beliau jadi neneknya Iman dan Surga. Kami membelikan Susu agar darahnya tetap stabil. Cukup segitu saja yang saya ingin catat. Tapi aku selalu melihat mata mamakku, melihat wajahnya, dan membatinkan kata-kata ini, doakan aku mampu menjalani ini ma’ segera akan aku urus “surat dari timur” itu dan aku sudah sangat letih. Duniaku kecil di sini, di kampung ini dan segala dinamikanya. Biar lah aku tenggelam sebagai matahari di ufuk barat dan orang-orang tetap berharap selalu pagi, meski yang terbenam tak akan pernah ada di dalam ingatan.


Sabtu, 04 Juni 2016

PELUKAN YANG LEPAS
: untuk anakku

Subuh datang lagi anakku
kau masih melihat langit yang kini hitam
tak ada bintang-bintang karena awan
seperti kelamnya nasibku di bumi

Kini bukan lagi suara merdu
retakan ranting di musim hujan
dingin makin membelah ingatan
sedang setumpuk catatan tergelar

Di antara sepi ke sepi
aku mendengar lonceng itu kembali
berulang dan berpulang ke jalan lengang
kau menantiku di sana, anakku
di antara tangisanmu dan hujan itu

Bawal aku lari tanpa ada yang tahu
gerakan tubuhku, seperti kapas
menujumu, mencari pelukanmu
kini aku tak tahu, di mana langit itu
tempat bintang-bintangmu berkerlipan
tapi kini matakulah kunang-kunangmu,.

Moncek, 050616

UNTUK SARESTIDEVI


Mungkin tak akan lagi kau dengarkan, tawa kami
seperti kicau burung setiap pagi membangun mimpi
dan wajah ibu akan meletakan minum dan sapa
seperti manisan tak pernah lepas dari bibirnya

ada angin liris menyandera kedinginanku, anakku
kau paham bahwa awalnya seperti kidung; nyanyian itu
dari kapel, dari masjid dan bihara, kau dan aku kini luka
aku tak akan lagi; dan tak pernah lagi menoleh, padamu

di sana terlalu perih setiap kisah rumputan yang terinjak
terampas dari sejuk embun, tubuh bapakmu tak sepadan
bagi setiap siang yang membengkak di tulang punggung
ada yang tak terpisah, meski mungkin pernah sembuh

tak usah lagi anakku, kau dan aku memang terbuang
jauh menuju kedinginan yang lain, tempat pertemuanku
dan kau tak akan kesepian lagi, aku datang dari celah ini
dari setiap yang menetes dari pori-poriku, bukan embun
mataku, air mata darah yang tak kering meski kemarau

Ibu telah tak ada lagi menyimpan apapun dari kita
semangkok teh juga akan tumpah ditawa yang meriah
seperti pesta lampion atau pesta natalan dan lebaran
bagi tubuh, sekujur kenangan dan doaku jadi hujan

langit itu tak hanya bintang-bintang yang ada sayang
meski kerlipannya membuatmu pernah dilahirkan
tapi langit bukan bumi, di sini tak ada campuran itu
semua akan pulang ke tempatnya sebagai titik awal
sebagaimana kekosongan dan di sini tak ada pesta.

"Bangun Zuhal, kubuka jendela, menghadap ke timur
kudoakan tiap yang menetes adalah embun di bunga itu"

Moncek, 050616