Selasa, 07 Juni 2016

HARI KEDUA.



Tentunya, tulisan ini tak akan jadi sebuah tulisan yang menurut penulis-penulis itu sebagai tulisan yang bagus, dan atau jelek. Aku ingin menulis saja, tanpa aku harus berpikir apa-apa. Tapi, pertama-tama aku mencoba menulis soal Ramadan, ah aku tepi keninginan itu, aku terlalu buruk untuk menjadi mendadak alim. Tetapi aku juga bahagia, melihat Imanoel Adeodatus Fin tak menyerah di hari kedua ini, meski dia sempat aku lihat pucat, saat aku tanya dia apa akan berhenti, dia dengan kuat bilang, tidak akan pa!, Kami pun melewati sore dengan pergi ke rumah Mamak, perempuan yang melahirkan saya, dan otomatis beliau jadi neneknya Iman dan Surga. Kami membelikan Susu agar darahnya tetap stabil. Cukup segitu saja yang saya ingin catat. Tapi aku selalu melihat mata mamakku, melihat wajahnya, dan membatinkan kata-kata ini, doakan aku mampu menjalani ini ma’ segera akan aku urus “surat dari timur” itu dan aku sudah sangat letih. Duniaku kecil di sini, di kampung ini dan segala dinamikanya. Biar lah aku tenggelam sebagai matahari di ufuk barat dan orang-orang tetap berharap selalu pagi, meski yang terbenam tak akan pernah ada di dalam ingatan.


Tidak ada komentar: