Jumat, 24 Februari 2017

Untuk “Halaman Yang Lain”


Bismillah.
Tepat jam 12 malam. Aku berdoa dan berterima kasih kepada pengalaman selama setengah bulan ini. Banyak hal yang aku dapatkan dan rasakan, sebagai seseorang yang pernah memiliki keinginan yang pada umumnya sama diinginkan yang lain.
Seseorang pasti ingin punya teman yang sangat paham kita, seseorang yang bisa bercanda, lepas dan bercerita segala macam hal tentang putaran waktu yang terus dilalui. Suatu ingin itu, pernah dan pasti menjadi pengalaman yang menarik. Seolah kita telah mendapatkan segalanya. Meski suatu hari, kembali ke asing dan sunyi. Kembali menjadi yang lain, yang tak sama, bahkan melampaui semua kebiasaan yang dari awal dirasakan.
Situasi semacam itu terkadang awalnya aku tantang dengan memberontak, menganggap bahwa itu semua tak adil. Dan, semua itu tak akan mudah aku terima. Tapi, rupanya setengah bulan ini, aku telah menjadi yang lain juga, menjadi sesuatu yang siap dibedakan, yang memilih jalan lain untuk tak sama.
Aku diberi kesempatan untuk menyelami emosi dalam diriku sendiri, sebuah goa yang gelap, sebuah kecelakaan yang fatal yang mampu memberiku kenangan berwajah luka-luka. Keterasingan membuatku tak belajar menjadi hal yang utuh. Tak pura-pura untuk tak kecewa tapi diamku karena mungkin luka dan cerita di bibirku tak mampu melahirkan kata-kata.
Seorang guru, ketika berdiskusi denganku lewat Surat dari Timur menyalakan lilin baru, menunjukkan sesuatu yang aku punyai dari beberapa puisi di Surat dari Timur, ia mengantarkan aku pada pintu dan memberiku kunci untuk lebih jauh masuk ke dalam hal-hal yang lain, dilainkan, tak sama, dibedakan, dan semuanya seumpama firasat yang telah lengkap aku bukukan nanti setelah aku menghela nafas dari menekuri jalan diam dan menerima atas semua pembedaan dan dilainkan.
Tema besar, judul baru, dan pengalaman baru, akan mengarahkan diriku melengkapi setiap jerit yang lain, kesunyian yang fatal untuk mengungkap, sejatinya semua akan menjadi lain ketika kata-kata lahir sebagai hal yang beda dalam pengucapan. Aku sendiri telah lelah merasakannya. Meski dalam hal ini, aku merasa telah sampai pada sakit yang amat sangat. Aku tak pantas percaya padahal yang maya, pada hal yang tak aku liat dan tak pasti. Ini jalanku sekarang meski aku akan tetap berteman dengan siapapun karena dengan tetap begitu, aku tak pernah melainkan sesoarang sebagaimana aku merasakan dilainkan.
Aku, mendapatkan energi baru, belajar pada luka, dan membuat kembali sketsa perjalanan yang lain, untuk tiba-tiba muncul sesuatu yang aku anggap sia-sia ternyata bisa jadi tungku untuk cahaya makna, ya. Suatu saat, air mata yang lain, kata-kata yang lain ini, tak akan asing di tengah-tengah kita.
Sekarang, aku bermaksud menguatkan tekad dan niatku. Mumpung malam, mumpung semua yang beda dan yang lain sedang mendengarkan suara-suara yang lain. Kepada seorang guru, aku berterima kasih padamu. Ada kontak bathin itu pun bathin yang lain yang juga berdoa, semoga merawat ayah yang lain untuk segera sembuh. Amin.



Moncek, 250217


Tidak ada komentar: