Sabtu, 08 Oktober 2016

AKU CERITAKAN PADAMU

Seorang yang pernah meletakkan bahasa pada tubuhnya, meyakini pergumulan yang panjang sebagai sebuah arus yang juga deras adalah sendi-sendi yang bertautan, tak dipisah dan memiliki sebuah keajaiban, ia meyakini, kalau jalan bahasa adalah tubuh, tubuh yang selalu saja mengeluarkan sesuatu yang mustahil, kadang tak mampu ia kaitkan ini sebagai logika, ia juga kadang menolak sebuah gagasan yang terlalu sadar atas hadirnya dimensi ruang dan jarak yang menciptakan sebuah jerit atau gema yang berulang-ulang. Lalu, orang-orang di pasar itu menyebutnya sebuah kenangan.
Aku ceritakan padamu lagi, seorang yang terus mencintai tubuhnya dengan kadang lupa merawatnya dengan sabun, minyak wangi tapi dengan terus membumbui setiap pori dengan luka dengan terus mengenangnya sebagai sebuah kekuatan, ia memang agak gila, agak memilih tubuh sebagai keyakinan berbahasa, keyakinan itu ia tempuh sendiri dengan terus mempertanyakan fakta-fakta yang kadang ia tak anggap sebuah kejadian yang di luar tubuhnya sebagai sebuah kelaziman, ia yang selalu suka memiliki tubuhnya dengan perihnya, dengan senyumnya dengan semua yang dianggap oleh orang-orang di pasar tadi sebagai sebuah rumus yang mesti dipahami sebagai kesadaran yang sempurna, sedang baginya kesempurnaan adalah yang terus berkembang sesuai dengan dimensi dengan ruang yang tiba-tiba tak disadari sebagai kenyataan, kenyataan yang baginya juga memberinya sebuah jalan menuju sepi, menuju tubuhnya sendiri, menjadi bahasanya sendiri.
Seorang yang tak menolak kehadiran sebuah kekosongan, ketika ilmu logika menganggap sebagai rumus terendah bagi kesadaran, tapi tidak baginya, jalan itu, adalah kosong, tempat adalah sepi, dan bahasa itu adalah hening yang keluar dari setiap medan tubuhnya sebagai alat kecil penyambut, langit dan bumi, tubuhnya hanya pelantaran bagi sebuah kekuatan yang besar yang tak bisa diukur oleh timbangan kesadaran.
Ia yang hari ini sedang menikmati hikmatnya kematian bagi tubuhnya, bagi bahasanya, bagi semua luka yang tak lagi mampu memberinya kekuatan, ia yang masih sibuk mencari dirinya sendiri, lepas dari panggung-panggung lalu menjebak dirinya sendiri ke dalam hampa, ke dalam sunyi untuk mampu bertemu hening kembali. Dan, baginya tubuhnya adalah kejadian-kejadian, adalah luka-luka yang mampu meneriakkan semua yang pergi, semua yang tinggal tapi berarti, semua yang dimaksudkan adalah jalan pengecut baginya, seseorang yang ingin matanya terpejam, dan tak memberikan warna apapun pada tiap yang keluar dari bias-bias. Aku jadi ingat puisi di bawah ini:

LAYANG-LAYANG KERTAS

Lalu, pagi membawaku ke sini seperti layang-layang kertas
merasakan sisa hujan bersembunyi dari kejaran dingin. Dan
ternyata tak ada yang berubah. Pintu keluar dan bercak kenangan
yang juga belum semuanya dihisap waktu, masih ada.

Sejenak, aku diam diguncang bimbang dan kecemasan
belum lepas dari kantung mata. Tak ada jemputan serta
kalungan bunga. Tapi, tiap kejadian masih nakal
menahan langkahku.

Di satu sudut pendengaran, lagu Ska mengalun riang,
mengajakku untuk tersenyum. Dan, tiba-tiba kumiliki
energi kecil untuk kembali, terbang dari kota ke kota.

"Puluhan orang berbanjar menyiapkan foto kenangannya
untuk dipajang di dinding sebagai sisa perjalanan. Aku juga.
Sebelum nanti taliku putus, melayang lalu hilang."

Stasiun Kota, 21 Maret 2015

"dimuat di antologi Tanah Silam dan Majalah Horison"


Jumat, 07 Oktober 2016

MARI TERUS SEMANGAT KAWAN-KAWAN FORUM BELAJAR SASTRA (FBS)


Aku senang, karena Riika Puspita Dewi telah juga mulai belajar menulis puisi. Mulai pertemuan kemarin dia sudah menulis. Maka ini akan terus bergelombang disambut kawan-kawan yang lain. Bukan perkara bagus dan tidaknya dulu. Tapi memulai itu sudah bagian yang luar biasa. Aku jadi ingat dengan perkataanku, "Menulis puisi itu mudah, yang sulit adalah mau memulai dan menguatkan tekad untuk terus belajar"
Forum Belajar Sastra dalam catatanku sudah ada sekian kawan yang mulai menulis sekali lagi bukan dan bagusnya dulu bukan begitu Soeaidi KandjenkWan Di MegaremengMuhammad RamsiSusilawatiChoirur RahmanRifqi PikacuSufryadi BunyaminIlalang KirmiziTiEn Tha Q,AKslin Ainur. Mungkin ini terlepas dari rasa lelah, rasa tak percaya dan sekaligus rasa bahagia, kami yang hanya memiliki semangat belajar pelan-pelan saling mengalirkan semangat. Tak ada orang terkenal di sini, tak ada yang istimewa, setiap kawan-kawan mau belajar hanya dengan menyanyi, saling tersenyum.
Kegiatan kami tak bermodul, dan tak dikelola dengan menejemen yang bagus, kami mengalir, kadang kami liar, kami gunakan alam raya, kami mengubah kelas jadi sesuatu yang lebih akrab, memang akan ada yang memandu diskusi, tapi hanya sebatas bertukar proses dan pengalaman, bukan guru, karena kalau ada guru mesti selalu ada gaji, dan kawan-kawan semua bisa mengajak siapapun, kami kadang juga melaksanakan workshop dengan pihak dan teman dari luar, kami melaksanakan workshop dengan menggunakan kebersamaan: bawa makan dan minum sendiri, lalu menjaga kebersihan setiap tempat yang kita jadikan seolah kelas, kelas yang menurut kami sebagai tempat yang mulya.
Mungkin, ini hanya sebatas igauan, sebatas harapan ke depan, sebatas semangat kami, kalau ke depannya, kami akan selalu begini, perlahan-lahan turun ke basis-basis, menggunakan sekolag-sekolah, menggunakan balai-balai desa tapi tetap kami memiliki tempat yang indah sebagai gerbong nafas kami yaitu : Pujuk Pongkeng.
Lama juga aku tak menuliskan kegiatan Forum Bahasa Sastra, setelah agak letih dengan semua hal-hal yang menyeretku dalam kesibukan, tapi hari ini, tepatnya sejak kemarin, salah satu dari anggota FBS memanggilku dalam postingannya, "Kak, aku belajar menulis puisi juga" katanya. Lalu, aku membaca tulisannya, memang masih butuh waktu, dari cara penulisannya, dll. Tapi sebagai proses aku menghormati upaya itu. Aku pun menolak ungkapan kata "guru" karena aku menguatkan diriku untuk tidak menggurui mereka dalam persoalan "kreatifitas" aku hanya akan jadi teman, kalau pun ada aku di depan, itu tak lebih sebagai pemandu saja.
Aku mencintai kalian semua dan mencinta setiap proses yang telah atau akan jadi simpul dari cara kawan-kawan FBS dalam berproses.
Semangat!!!
(Merasa tak buang waktu, seolah begitu yang aku rasa hari ini. )

Jumat, 29 Juli 2016

RUMAH SURGA

Berapa kali aku jelajahi jalan ini
tapi hanya nama-nama dan jejak kaki
kujumpai kian asin terjebab rutin

berapa kali aku harus singgahi
tempat, kutemui sekian banyak wajah
tapi wajahmu masih tak ada di sana

hanya wajahku, menekuk lukanya sendiri
tak mampu mengerti, jalanan putih ini
sepertinya aku mesti melihat diriku

kembali, aku membaca surat-suratmu
membaca terik yang ada di dekatku
seperti mengenang jalan-jalan ini

aku ingin berjumpa, tapi ringkihlah tubuh
sebatas harap akan jumpa yang sia-sia
rumah sepimu hanya tumbuh bunga-bunga.

Moncek, 300716

Jumat, 10 Juni 2016

SEBUAH CATATAN

Tanggal, 04 Juni 2016 sampai hari ini 11 Juni 2016. Ini bagi saya adalah titik, titik dari semua awal, semacam itulah kiranya, aku menyiapkan diri untuk sebuah perjalanan yang lebih bergairah lagi, sebuah loncatan, atau sesuatu yang lebih. Insaf diriku berpangku pada satu kekosongan, isi yang berai, satu keyakinan, satu kepercayaan, dan satu perhormatan, ini sekarang  adalah waktuku yang paling terbaik, aku tak akan bilang beruntung, atau bahagia, tapi aku mulai akan melakukan sesuatu hal yang lebih lagi, dengan siapapun, terbuka dan membuka diri dan dengan cara yang sama saya pahami, orang lain pahami, tak ada lagi kesempatan untuk mengeluh, duniaku bukan kecil-kecil, aku memiliki kesempatan yang lebih luas, waktu yang lebih longgar, dan berapa teman yang bisa aku ajak jalan, bukan ini lebih dari cukup, aku memiliki tubuhku, kekuatan terbesar yang aku punyai adalah senyum, adalah gairah itu sendiri. Ayo waktunya terbang, bukan jadi kupu-kupu yang selalu ingin kelihatan indah, tapi jadilah sebuah dunia dan taman, siapapun bebas datang, tidur, merokok dan makan tapi tentu akan timbal balik. Rasa nyaman itu ada karena adanya kesanggupan antar pihak. Fendi duniamu tak kecil, lakukan perputaran cepat. Hari ini, saat ini.

Rabu, 08 Juni 2016

LIRIK LAGU MY IMMORTAL

I'm so tired of being here
Aku sangat letih berada di sini

Suppressed by all my childish fears
Tertekan oleh ketakutanku yang kekanak-kanakan

And if you have to leave
Dan jika kau harus pergi

I wish that you would just leave
Kuharap engkau pergi saja

'Cause your presence still lingers here
Karena kehadiranmu masih berbekas di sini

And it won't leave me alone
Dan bayangmu takkan meninggalkanku


BRIDGE
These wounds won't seem to heal
Luka ini takkan pernah sembuh

This pain is just too real
Rasa sakit ini memang nyata

There's just too much that time cannot erase
Terlalu banyak hal yang tak bisa dihapuskan oleh waktu


CHORUS
When you cried I'd wipe away all of your tears
Saat kau menangis, kan kuseka semua air matamu

When you'd scream I'd fight away all of your fears
Saat kau ingin teriak, kan kuusir semua ketakutanmu

I held your hand through all of these years
Kugenggam tanganmu sepanjang tahun ini

But you still have all of me
Namun kau masih memiliki diriku

You used to captivate me
Dulu kau memikat hatiku

By your resonating light
Dengan cahayamu yang menggetarkan

Now I'm bound by the life you left behind
Kini aku terikat pada hidup yang kau tinggalkan

Your face it haunts
Wajahmu menghantui

My once pleasant dreams
Mimpi-mimpiku yang dulu menyenangkan

Your voice it chased away
Suaramu menghalau

All the sanity in me
Kewarasan dalam diriku


BRIDGE
CHORUS

I've tried so hard to tell myself that you're gone
Tlah berusaha keras kukatakan pada diriku sendiri bahwa kau tlah tiada

But though you're still with me
Namun meski kau masih bersamaku

I've been alone all along
Selama ini aku tlah sendiri


CHORUS

Selasa, 07 Juni 2016

HARI KEDUA.



Tentunya, tulisan ini tak akan jadi sebuah tulisan yang menurut penulis-penulis itu sebagai tulisan yang bagus, dan atau jelek. Aku ingin menulis saja, tanpa aku harus berpikir apa-apa. Tapi, pertama-tama aku mencoba menulis soal Ramadan, ah aku tepi keninginan itu, aku terlalu buruk untuk menjadi mendadak alim. Tetapi aku juga bahagia, melihat Imanoel Adeodatus Fin tak menyerah di hari kedua ini, meski dia sempat aku lihat pucat, saat aku tanya dia apa akan berhenti, dia dengan kuat bilang, tidak akan pa!, Kami pun melewati sore dengan pergi ke rumah Mamak, perempuan yang melahirkan saya, dan otomatis beliau jadi neneknya Iman dan Surga. Kami membelikan Susu agar darahnya tetap stabil. Cukup segitu saja yang saya ingin catat. Tapi aku selalu melihat mata mamakku, melihat wajahnya, dan membatinkan kata-kata ini, doakan aku mampu menjalani ini ma’ segera akan aku urus “surat dari timur” itu dan aku sudah sangat letih. Duniaku kecil di sini, di kampung ini dan segala dinamikanya. Biar lah aku tenggelam sebagai matahari di ufuk barat dan orang-orang tetap berharap selalu pagi, meski yang terbenam tak akan pernah ada di dalam ingatan.