Melihat pelangi dari matamu yang
bening seperti lautan dan kolam tanpa gerakan ikan-ikan memantulkan cahaya
langit jingga. Sebelum senja masih menepi dari balik jaket ungumu serta dari
selendang berwarna bianglala kau menuliskan nama Chiara di dada lebih dalam di nurani
yang sama merasakan kehilangan.
Taman Budaya KalBar 2012 |
Di ladang jagung kau mendendangkan lagu hujan yang mengalir deras dari mata, dari ranting sampai akar
juga sampai tungkai. Dan, tumitmu yang manis menjinjing jemari matahari.
Menimangnya dengan kain gendong. Lalu menari bersama pelangi yang memancar dari
auramu. Sebelum akhirnya kecupan di kening sebagai penentu.
Oh, tidak! Kau paham kalau luka sama seperti tanah
yang meruap setelah hujan memandikan senyuman burung-burung yang tak jadi
terbang. Karena kabut lebih dulu memahami. Meski ada yang tersisa. Sepucuk
surat camar di dermaga senja. Kenangan yang diingat sebagai risalah mutiara
karang yang bertahan dipercik air garam.
(Perempuaan, di balik matamu. Ada tuhan
berbunga-bunga dan Chiara kecil menjadi merpati putih yang mematuk melati. Jauh,
jauh, ke langit ke tujuh.)
Moncek, 161214.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar