Rabu, 20 Mei 2015

ROMANSA


Bila nanti pagi datang
dan tak lagi ada aku
di dekat bantal guling
Selembar surat melati
kuletakkan sebagai ganti
Aku tiada lagi
di sini aku pulang
dengan pesan
Merpati pasti terbang
matahari pagi lagi
daun akan hijau
daun akan gugur
Aku tak kembali
jangan pernah lagi
kau cari.
Moncek, 140515

Selasa, 19 Mei 2015

SONGENNEP

Di PDS HB JASSIN : Dewi Nova Wahyuni
(Penulis Tangsel) ARIANI ISNAMURTI,
Yuli Nugrahani (Penulis Asal Lampung) 

Sekali waktu kau bisa menjengukku
mengambil jeda dari hari yang sangat sibuk
memalingkan jarum jam dan menoleh ke belakang
di taman itu, hujan yang sama masih menanti
begitupun bulan yang pernah muncul dari rambutmu
umpama kolam kau ciptakan dari bening matamu
purnama hampir keriput di mata pencari malam
di kotamu, seronen dan tembang kumandang
di parapatan, tempat kita menukar kecemasan
Sekali waktu saja, kau bisa mengulangnya
birunya pantai yang kau sebut dunia yang tak tidur
dari senyap dan sepi yang menarikan ombaknya
nelayan membidik bintang untuk dibawa pulang
sekeranjang kenangan berisi ikan jadi makan malam
kau pasti akan kembali, dari masa muda setelah tua
seperti senja yang kau sebut selalu ada di mataku
Apa kita benar akan mengulangnya kembali?
cericit burung, petani yang lelah dan kulit keamasan
sebab api matahari yang mencium punggungnya
kau sempat akan menina bobokan kupu-kupu itu
sementara aku mulai mencari gambar tua di keraton
ribuan panji lama dikuburkan di museum dan kita datang
seperti pelancong yang asing pada kota tanpa silsilah.
Moncek, 170515

Rabu, 13 Mei 2015

TITIK TEMU DI PERNIKAHAN UMIRAH RAMATA.

Pembacaan Puisi Ayah Karya Umirah Ramata
dari buku Titik Temu Komunitas Kampoeng Jerami
di acara pernikahannya oleh Fendi Kachonk
dan Jay Wijayanti

(BERTEMU DI 10 MEI 2015)

Dimulai dari titik jam 9.30 WIB. Saya sedikit terburu-buru berangkat ke tempat biasa saya menunggu Bis untuk ke Surabaya. Dengan telat sekitar setengah jam dan tepat pada Jam 10.00 WIB. Bis bergerak membawa saya menyusuri desa, kota dan Kabupaten lainnya di Madura ini. Dalam perjalanan itu apalagi yang bisa diulang dari segenap tujuan kecuali kenangan kebersamaan kami yaitu dulu Nova Linda, Lia Amalia Sulaksmi dan Umirah dan menyusul selanjutnya Cici Mulya Sari dan Yuli Nugrahani dalam berbagai kejadian mengurus dan mengasuh sebuah kampung yang kecil yang dari dulu hanya menjadi bahan ejekan.

Umirah Ramata saya kenal sekitar 3 Tahun yang lalu. Pernah kami satu buku bersama 10 penulis lainnya kami menulis dan mengawali buku pertama kami dengan judul “Sandal Kumal.” Di Buku Sandal Kumal itulah. Saya dan Umirah Ramata mulai dekat sebagai saudara. Lalu, perjalanan kami menjadi sebuah ikatan yang kuat baik secara emosi dan segenap jiwa sehingga ada berapa kali tuduhan miring kalau kami tak hanya diikat oleh sekadar kata “saudara” dan memang saya akan tegaskan bukan karena hanya hubungan darah bisa jadi kami lebih kuat dari hanya kata itu.

Lamunanku tetap berkembang kemana-mana dan kembali saya ingat isi BBM yang Umirah Ramata saat dia membalas perminta maafanku karena tak bisa datang ke acara pernikahannya. “ Umi, maaf aku tak bisa datang ke acaramu ya?” Dan Umirah meresponnya dengan mengejutkanku. Maklum kepadaku dia selalu menjadi orang yang sangat merdeka melempar marah, senyum dan cerita sedihnya. “Ah, Mas gitu ya? Untuk acara sastra kemana-mana selalu dibela-belain datang, sedang untuk acara adiknya sendiri tak datang padahal inikan sekali dalam seumur hidupnya Umi.”

Setelah menerima balasan dari Umi. Saya lantas meminta ijin kepada istri saya. Karena memang pada saat itu Iman dan Surga belum begitu baik untuk saya tinggalkan. Akhirnya saya dan istriku memutuskan segera memeriksa Surga dan Iman memastikan mereka berdua siap ditinggalkan saya dalam berapa hari. Dan, saya pun mengontak Yuli Nugrahani yang pada awalnya dia akan mewakili Komunitas Kampoeng Jerami ke acara pernikahan Umirah Ramata tetapi karena pada tanggal 10 Mei Yuli Nugrahani masih di Batam maka dia pun tak bisa datang. “Fen, kau satu-satunya yang harus datang ke acara Umirah Ramata untuk mewakili kita semua.” Kata Yuli Nugrahani padaku. Dan, aku memang tak bercerita apapun kalau aku juga sebenarnya sangat sibuk dengan mengurus anak-anakku yang sedang sakit. Bertekad dan yakin kalau semuanya akan baik-baik saja. Maka saya pun berangkat ke Cirebon.

Terlalu banyak kenangan di antara kami semua. Merasakan Umirah Ramata yang selama ini hanya bertemu di Dunia maya dan pertemuan pertama kami waktu kepulangannya ke Indonesia dan selebihnya tak bertemu kembali. Dia berkabar akan segera menikah. Jujur saya sempat kaget tapi lebih banyak bahagianya. Karena dari awal saya memang sangat percaya dan selalu mengamini atas semua yang Umirah Ramata inginkan. 

Kurang lebih jam 3 siang saya sampai di Pasar Turi. Masih tersisa se jam lagi untuk menuju cirebon lewat waktu dalam tiket kereta Harina yang telah berapa hari sebelumnya telah saya pesan. Di sela-sela menunggu saya kembali mengulang semuanya. Misal yang paling terdekat adalah ketika kami sibuk dengan Titik Temu. Dan, peran Umirah sama-sama vitalnya dengan tugas Yuli Nugrahani, Cici Mulya sari dan saya sendiri. Dia sebagai penghimpun naskah dan data base yang handal selama ini. Yang biasa membantu mengurus ISBN dan segala yang sebagai tugasnya.

“Umirah, nanti saya akan sampai jam 00.00 WIB di Stasiun Kejaksan.” Kataku pada Umirah waktu saya telpon dia memberitahukan soal kedatanganku. Awalnya saya tak ingin memberi tahukan soal kedatanganku. Namun, demi pertimbangan yang lebih masuk akal karena saya tak paham alamat rumahnya Umirah Ramata daripada nyasar maka aku beri tahukan dia. “Siap, mas! Nanti sms ya?" Sahut Umirah.

Akhirnya, setelah turun dari kereta, dan melanjutkan perjalanan dari alamat yang diberikan Umirah. Saya memilih naik becak dengan perhitungan lebih hemat dan menghirup udara Cirebon dini hari. Melihat bangunan-bangunan hotel yang sangat banyak. Dan berbincang sana-sini dengan abang becak adalah bagian yang romantis serasa dekat dan serasa tak ada bedanya dengan madura suhu dan udaranya baik malam dan siang hari. Saya pun sampai di lampu merah Arjawinangun dan menelpon Umirah yang ternyata telah menunggu dengan mas Didik suaminya. Kami sejenak berbincang dan sejenak menikmati nasi goreng di pojong jalan di pertigaan tersebut. Tawa kami kadang pecah sampai si tukang nasgor tersebut mau usai setelah hampir pagi menjemputnya kembali.

Pada tanggal 9 Mei 2015. Sore itu, setelah seharian saya ada di tengah keluarga di Cirebon berbincang dengan ibunya Umirah dan mengenal lebih dekat Umirah kecil dan saya akhirnya sedikit terharu ketika ibu (ibunya umirah yang otomatis ibuku juga) bercerita ketika Umirah yang pada waktu itu baru ada di Taiwan menelponnya. “Ibu, itu kenapa ada orang yang tahlilan, ada apa?” Sedang pada saat itu acara tahlilan itu adalah waktu bapaknya Umirah Ramata Meninggal dan ibu memang menyimpan kabar tersebut kepada Umirah. “Ini ada acara di tetangga.” Hanya itu yang bisa disampaikan oleh ibunya Umirah agar Umirah yang baru ada di Taiwan tidak terguncang.

Dan, hal yang paling membahagiakan adalah ketika hari itu. Tepatnya sore itu, kami semua menunggu kedatangan Kuan Ami yang juga manta Ketua Pengurus FLP Taiwan asal Wono Sobo juga bersedia datang bersama penulis perempuan yang juga Mantan Wakil Pengurus FLP Taiwan ketika berada di Taiwan Jay Wijayanti penulis asal Magetan bergerak menuju rumah Umirah. Kami tak pernah bertemu, dan pertemuan ini memang jadi titik dari sekian titik waktu perkenalan kami. Misalnya dengan Jay Wijayanti yang dulu pernah menjadi Relawan Komunitas Kampoeng Jerami serta Kuan Ami yang juga satu buku di buku sandal kumal. Jadilah malam itu kami melepas tawa dan berbagi cerita.

Sampai saat pagi, waktu pesta tanggal 10 Mei 2015 mereka berdua menjadi pagar ayu yang juga merangkap jadi fotografer juga begitu denganku. Maka pesta Umirah dipotret langsung dari 3 titik. Wonosobo, Magetan dan Madura. Sampai sore, sampai malam datang, bergantian kami berbagi tugas membantu pestanya Umirah sampai pada titik akhirnya.

Akhirnya, malam larut dan undangan mulai susut dan tinggal satu dua orang saja. Saya membuat acara dadakan dan memandu teman-teman yang lain untuk memberikan kesan dan pesan kepada kedua mempelai. Di dalam beberapa kesempatan itu. Umirah dan mas Didik begitu larut dengan acara sederhana kami tersebut. Pesan dan kesan lepas begitu saja. Dan saya seolah melihat Umirah dan Mas Didik akan beranjak menjadi Umirah dan Didik yang dewasa. Ibu Umirah sempat meneteskan air mata ketika saya dengan berani mengatakan bahwa Umirah adalah penulis dan jangan pernah dipatahkan. Tapi, tetap sebagai Umirah yang baik dan terus menulis dan pada kesempatan itu saya membacakan puisi Umirah di Buku Titik Temu Komunitas Kampoeng Jerami yang berjudul AYAH dan Elang. Saat itulah puncak keharuan seorang ibu ketika sadar anaknya kemarin masih manja kini telah dewasa. Pembacaan puisi juga dilanjutkan oleh Wijayanti dengan membaca karya dari buku titik temu Komunitas Kampoeng Jerami karya Bunda Umy teman kami semuanya.

Akhirnya, acara singkat dan sederhana ala kami berlalu dengan ketika satu persatu di antara kami menyalami Umirah Ramata dan Mas Didik serta mendoakan agar mereka selalu bersama dalam kebahagiaan selamanya. Amiin. 

Semoga sakinah mawaddah warahmah. 

Moncek, 13 Mei 2015

Kamis, 07 Mei 2015

LASKAR MADURA

Kerapan Sapi.

Aku tanam, jagung, bakung
Aku tanam matahari, di dadamu
Di lautmu, kutanam biji mataku
Kelak tumbuh, jadi puisi.

Aku tanam matahari, di hatimu
Selat melahirkan garam di mataku
Asin mengelilingi rahim bumimu
Maduraku, kutanam kepalaku.

Di tanahmu, kisah perjuangan itu
buah pahit, sering ditelan, di perutmu
Anak-anak melanglang buana
tak pulang sampai putih tulang.

Sehingga kelak, bayi-bayi jadi puisi
Merangkai indahnya jagung, di ladang
Gembala telah pulang di magrib
Langit rukuk menunduk, sujud.

Moncek, 070515


Rabu, 06 Mei 2015

YANG TAK AKAN KEMBALI

Bersama, Soni Farid Maulana, Acep Zamzam Noor
dan Hudan Hidayat, Kuala Lumpur 2014

: Mei

Bukan pada hujan dan tangis kedinginan ini
aku hanya mampu menggumuli sepi
di kamar yang pengap, setelah siang tak datang
hari-hari larut dalam botol minuman, obatku
aku tak lupa, meski dipaksa ingatan untuk lelah
sirene pabrik, ribuan kelelawar menyambar-nyambar
bukan petir, katamu, setelah kita bangun pagi
kau akan ceritakan kembali mimpi semalam.

Itu saat aku seolah peti mati, ketakutan
bersandar di lenganmu yang kosong dari hitam
kau menyambarku, dan meletakkan bunga
di meja depan, surat kabar itu kau baca, teliti
orang berlarian, lalu lintas diam, dan kota-kota
telah menautkan bau anyir kematian.

" Bila kuntum bunga itu jatuh akibat udara
janjiku tak pernah padam, hanya lentera tertiup angin
ambil api, lalu suluhkan kembali, di dadaku
ada meriam-meriam yang merobek gendang telinga"

Jangan pernah menjadi elang yang akan terbang
aku berusaha menarik pundakmu, kepalaku masih pening
aku ingin kita minum lagi, sehingga kita pulas tertidur
tapi, matamu menyala matahari, kau menitipkan pesan
di keningku, bulan yang kau tuju masih hijau diingatan.

Moncek, 060515

Selasa, 05 Mei 2015

MUSIM TANPA KELAMIN

Bersama Matdon dan Yuli Nugrahani
di Majelis Sastra Bandung 2015


Ladang jagung, kidung burung, dan lengking seruling
di suatu senja, kita berpesta dengan saling bicara
jalan-jalan yang ditumbuhi kuning saga, rambut jagung
selepas musim menanam kuntum tembakau.

Ada yang ditinggalkan dari sebelum hari terbenam
tikar pandan, sisa minuman yang belum entas
dan buku yang belum dikembalikan ke dalam tas
sebagai peziarah aku mengantar punggungmu
melewati separuh malam, dalam genggeman.

"Ada saatnya nanti, pelangi mengajari matahari
seperti aku akan kembali, ke tanahmu, ke liangmu
pada cumbuan musim dan kepada puisi yang kita rampungkan
pastikan, bulu jagung, cerita perempuan peladang
dan gumpalan kesedihan yang dikuburkan di halaman belakang"

Semestinya, kita kan berdua, berbahagia, menarikan senja
lebih dekat sebelum matahari terbenam, suwung
kembali, aku menyebutmu, keesejatian tanpa kelamin
di ruang, di waktu, di manapun, kau bersamaku.

Moncek, 050515

Senin, 04 Mei 2015

BUNGA 1

Malaka Kuala Lumpur, bersama Acep Zamzam Noor
 (baca Puisi dunia NUMERA 2014)

Rumahmu sepi
tak kutemukan kamu
aku ke kamarmu
hanya ada bekas ciuman kupu-kupu
di dekat lemari panjang
fotomu tersenyum
menertawaiku
aku pergi, tak menoleh lagi

Moncek Tengah, 2 Sept 2013